AKU BUKAN HIPOKRIT

Eksplikata Bisaya
Home
Prawacana Sastera Pasca PRU Ke-12
Pemilihan Tampuk GAPENA 2008
Luka Penyair
Pergi Selamanya
Kasihnya Ibu
Musibah Keluarga
Festival Puisi Perlbagai Kaum Malaysia 2005
Kolokium PUTERA Ke- 25 Tahun
Lupa Diri Bila Jadi Orang Besar
Profil Diri
Paideia
Famili Asas
Skrin Kenangan
Paparan Nostalgia
Karya Diterbitkan
Khabar Berita
Stesen Berkhidmat
Asal Usul
Kerabat Terdekat
Wadah Sosial
Sahabat Akrab
Kertas Kerja
Speculum In Aenigmate
Wacana Bisaya
Penghargaan
Weltanschauung Pendidikan
Eksplikata Bisaya
Eksplikandum Sosial
Ego-Cogito
Agenda Pendidik
Nilai Puisi
Daerah Puisi
Menukangi "Diinjak-Injak"
Esok Bermakna
Budayaku & Bangsaku
Mulut Terkunci
Memperkasa Diri
Kumpulan Tidak Menjadi
OUNA -Laluan Beronak Duri.
Memperkasa Hati
Anak-Anakku
Lagu Bisu Suara Hati

"Alak Betatar" adalah kebanggaan umat Bisaya. Kesinambungan  keperkasaan manusia Bisaya belum mampu kita temui hingga kini. Mampukah manusia Bisaya kita  mengulangi sejarahnya melahirkan warga sehebat "Alak Betatar"?  

Saya juga bertanya dalam diri saya, mengapakah saya harus dilahirkan menjadi Bisaya? Tentu ada rahmat dan berkatnya, kata-kata ini pernah saya dengar diluahkan oleh Prof. Dr. Shaqqiq Abdullah @Sylvester Senagi Puncak ketika beliau masih bertugas sekitar tahun 1980-an di Limbang, di mana kota yang menjadi pusat kehidupan masyarakat Bisaya Sarawak.
Tentunya, kita bangga menjadi Bisaya di bumi ini meskipun kita minoriti dan kurang menyerlahkan  dalam bidang politik dan pembangunan negara bangsa di Sarawak dan Malaysia. Kita sama-sama menyumbang hanya kita kurang dikenali kerana kita tiada akar panjang yang dapat mendaki puncak mahligai istana pemerintah tentang masyarakat kita Bisaya. Kita juga tidak patut salah orang lain, tetapi masyarakat kita sendiri sekian lama kerana sikap kita tidak mahu angkat mengangkat sesama kita warga Bisaya ke peringkat yang lebih tinggi. Kita lebih suka ketawa kalau rakan kita tersembab menyembah bumi tanda kegagalan. Itulah falsafah hidup manusia Bisaya yang kurang terbuka dan kurang memikirkan hala tuju bangsa kecil ini. Ini kenyataan, dan saki baki prinsip ini masih lagi berleluasa di maya pada mandala Bisaya.
Kita jarang-jarang memberikan penghargaan kepada sesama kita, yang lebih banyak kata-kata tajam menusuk perasaan seolah-olah kita mahu mencari sengkita. Pada hal, kita bilangannya kecil, boleh dihitung dengan jari tangan, kalau kita selamanya begini, maka tidak mustahil bangsa kita "pupus" dari maya pada ini. Kalau ada pun mahu hidup, lebih rela tidak mahu mengaku dirinya Bisaya, meskipun hakikatnya DNAnya memang Bisaya.
Kata "SAGANAO" dalam organisasi kita Bisaya tinggal kata sahaja, kurang mencengkam dan kurang menerjah ke isi hati umat Bisaya sendiri. Kita mengganggap kita pejuang bangsa, tetapi kita gagal merekrutkan askar setia yang menjadi pembela kita. Kita hanya mahu jadi "jeneral" atau "kolonel" dalam medan laga kita tanpa punyai askar setia. Yang ada hanyalah panglima bacul dan segera berpaling tadah kepada musuh kalau kita tumpas. Semuanya ini adalah perspektif saya selaku manusia Bisaya. Betul atau tidaknya, terpulang kepada budi bicara hati kita sendiri yang mengaku mulut dan hatinya umat Bisaya. 
Kita memang kecil dan kerdil, tetapi itu semua bukanlah alasan untuk kita tidak berganjak dan terus membiarkan kepupusan spesies kita di bumi ini. Kecil dan kerdil kita harus dicari jalan, kalaupun bukan kita menerima nikmat untungnya kehidupan tetapi mungkin anak cucu kita generasi akan datang. Kita lihat bangsa Jepun, bangsa Amerika dan Israel sendiri. Mereka pada zaman dahulu bukannya dianggap "bangsa-bangsa agung dunia" tetapi usaha mereka dengan penguasaaan ilmu pengetahuan maka mereka menjadi bangsa terulung kini di dunia ini. Lihatlah Israel, merupakan bangsa kecil, kita melihat daripada aspek yang positif.Kalau pun kita umat Bisaya tidak mencapai tahap tinggi seperti itu, sekurang-kurang ada usaha untuk mempertahan budaya, bahasa, adat istiadat kita sehingga kita dinamakan Bisaya di sini. Bagaimana dengan jaringan dengan manusia Bisaya luar daripada kita di Sarawak seperti di Brunei, Sabah dan Filipina? Apakah perancangan kita? Mungkin kita sebangsa dan tidur sebatal dalam erti kita ikatan budaya kita Bisaya tetapi mimpi kita lain-lain dibuai kenangan dan khayalan sendiri-sendiri yang tanpa diketahui oleh yang lain. Singkirkan "lu-lu, gua-gua" dalam menu kehidupan kita di samping suka mentertawakan kegagalan/kekurangan yang ada orang kita. Sepatutnya kita bimbing manusia itu agar ia mampu berdiri jadi umat Bisaya yang menjadi tulang belakang kita suatu hari kelak. Mungkin kita tidak menikmati segala hasil jerih payah itu tetapi mungkin sanak saudara kita yang lain akan menuaikan hasilnya. Saya berbangga dengan beberapa pemimpin kita yang banyak membantu anak-anak muda Bisaya mengedar maklumat  peluang pekerjaan sekitar awal 70-an seperti Saudara Edward Guatee Sundai, Saudara Hocksan Yulee, Saudara Edward Panggil Tinun, Saudara Wilfred Yussin Bunjuk, Saudara Tom Tinun[sekadar menyebut nama beberapa orang sahaja, banyak lagi yang tidak sempat saya nyatakan disini] sehingga kini mereka amat berterima kasih usaha murni para senior kita dalam perkhidmatan awam membantu anak bangsanya menjadi manusia yang berharga di mata masyarakat hari ini.  
Permulaan 2000 ini, suatu permulaan yang baik bagi saya dalam perkembangan kita etnik Bisaya Sarawak, meskipun ada kekurangan kecil, rasanya soal itu adat kita bermasyarakat. Tetapi rata-rata tahu akan tanggungjawab masing-masing kepada organisasi kita Bisaya.Hanya kita perlu lebih menguasai suara kita sesama mengikut rentak yang kurang sumbang dalam perjuangan hidup. Memang kita ada "agenda" yang tersendiri tetapi itu semua tidak sepatutnya menjadi penghalang besar dan membantut penyatuan umat manusia Bisaya itu sendiri. Kelainan di antara kita sepatutnya dilihat positif dalam menterjemah pembangunan menyeluruh dalam warga Bisaya itu. 

Usaha penyatuan dan perpaduan dalam Persatuan Bisaya Sarawak hanya tinggal slogan sahaja. Banyak di antara kita yang memandang sepi usaha murni kita ini. Banyak umat Bisaya mahu mencipta gah dengan pengiktirafan manusia lain. Mereka tidak dambakan manusia yang seakar, serumpun, sebahasa dengannya. Rasanya bukan semakin sehari kita semakin rapat dan menunjukkan perpaduan sesama kita, tetapi mulai longgar ikatan yang menyatukan kita Bisaya.
Di satu pihak masih bercakap soal tidak puas hati dengan pencapaian yang kita ada, sambil menolak agenda Persatuan Bisaya Sarawak. Ada pula asyik gah menyatakan bahawa telah melakukan yang terbaik untuk Bisaya. Semuanya memanglah tidak dapat dipuaskan hati masing-masing. Tetapi terlalu banyaknya konflik dalaman akan lebih melambatkan proses mengangkat bangsa kita di persada mata pemimpin negara dan negeri. Kita berusaha keras dengan beberapa usaha untuk memberikan peluang kepada orang kita menabur bakti kepada umatnya, agar ia dapat berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan orang lain. Kita mahukan pembangunan yang menyeluruh dalam bangsa kita Bisaya, bukan sekadar kata-kata bombastik. Kalau kita meninjau usia PBS yang lahir 1971 yang lalu , ia sudah mencapai hampir tiga puluh tahun usianya. Tentunya kalau seorang manusia sudah matang, dewasa, dan terpimpin hidupnya dengan pendidikan, persekitaran, peluang yang ada dimiliknya.  Saya meluahkan kata-kata ini tidak menujukan kepada sesiapa, tetapi kepada bangsa Bisaya yang mengaku dirinya Bisaya baik dengan mulutnya mahupun hatinya. Peluang dalam web ini untuk saya melontarkan pendapat dan buah fikiran saya selaku anak Bisaya yang pernah lahir di bumi bertuah ini.
Mungkin hujah saya agak keterlaluan dan drastik, tetapi sampai bilakah lagi kita harus didodoikan dengan nyanyian lemah gemalai, sedangkan anjakan paradigma dalam diri Bisaya masih belum bermula. Kita mahukan orang lain mengubah kita? Sayang, rasanya kita sendiri harus percaya kepada kebolehan kita sesama kita untuk sama-sama memajukan kita yang telah tertinggal. Memanglah diakui, kita ada menunjukan perubahan dalam beberapa aspek, tetapi banyak lagi aspek lain yang masih dibiarkan mencacatkan perkembangan masyarakat kita. Siapakah yang mahu disalahkan? Kita tidak bergerak secara individu, tetapi sebagai sebuah pasukan gerak gempur untuk mengangkat dan memulihkan kembali segala kekurangan kita dan mempertahan segala kekuatan kita. Kita bukan memerlukan seorang, tetapi lebih banyak warga Bisaya yang bisa memahami wadah gerakan kita dalam organisasi ini. Usaha kita gembleng bukan hanya sehari dua sahaja tetapi berterusan sepanjang zaman, selagi adanya umat Bisaya ini di permukaan bumi ini. Dalam edisi cerita rakyat yang lain, Bisaya itu bermaksud manusia yang datang menumpang, oleh itu kita sepatutnya "janganlah menumpang sepanjang hayat dalam kehidupan kita kepada manusia lain". Ciptakan daya kreatif inovatif kepada anak cucu kita di kemudian hari bahawa scenario di atas hanya dongengan semata-mata bukan realiti di bumi nyata. Tiada orang lain mengubah skrip ini, melainkan kita umat Bisaya itu sendiri.

Mencipta keagungan pada bangsanya adalah sejarah yang agung kepada manusia itu sendiri.

"SAGANAO" untuk diterapkan dalam setiap isi hati umat Bisaya.